Komitmen Kawal Revisi RUU Pemilu, Partai Demokrat Ingin Ciptakan Landasan Demokrasi yamg Lebih Baik

Pojokpolitik.com
Share:

 

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron. [Dok Demokrat]

POJOKPOLITIK.COM– Partai Demokrat menegaskan komitmennya untuk mengawal revisi paket Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu demi terselenggaranya pesta demokrasi yang lebih baik dan bermartabat. 


Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron, dalam acara Proklamasi Democracy Forum (PDF) yang digelar di DPP Partai Demokrat, Senin (19/5/2025).


“Revisi RUU Pemilu ini penting untuk dibahas karena ada sejumlah pasal yang menjadi celah kosong yang perlu kita isi. Banyak hal yang penting bagi rakyat dan bangsa agar UU Pemilu ke depan benar-benar menjadi landasan demokrasi yang lebih baik,” ujar Herman.


Ia berharap partai-partai politik lain juga membuka ruang diskusi serupa agar DPR bersama Pemerintah dapat segera membahas revisi paket regulasi tersebut.


Herman menambahkan bahwa Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mendorong seluruh kader untuk aktif memperjuangkan pembahasan revisi UU Pemilu agar segera masuk agenda parlemen.


Dalam forum tersebut, penggiat Perludem Titi Anggraini juga menekankan pentingnya revisi UU Pemilu dilakukan secara menyeluruh dan segera. Ia mengkritik kondisi regulasi pemilu saat ini yang dinilainya sudah compang-camping akibat terlalu sering diubah melalui putusan Mahkamah Konstitusi.


Salah satu usulan utama dari Perludem adalah penerapan sistem pemilu campuran, sebagai jalan tengah antara sistem proporsional terbuka dan tertutup. Sistem ini menggabungkan mekanisme pemilihan langsung anggota legislatif melalui single-member district (satu daerah pemilihan, satu wakil) dengan sistem proporsional tertutup.


Sementara itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menilai revisi UU Pemilu akan menjadi medan tarik-menarik antar partai dalam koalisi.


“Dalam realitas politik, sistem pemilu yang dipilih pada akhirnya sangat tergantung pada kepentingan subjektif masing-masing partai. Kepentingan koalisi bisa berbeda dengan kepentingan individu partai,” ujarnya.


Ketua KPU RI, Mochamad Afifuddin, menyampaikan bahwa evaluasi dan refleksi terhadap penyelenggaraan pemilu harus dimulai dari pengalaman sebelumnya.


“Semua pihak perlu didengarkan. Misalnya pengalaman di Barito Utara, ketika teknis pelaksanaan sudah baik, masih ada masalah uang dan lainnya. Refleksi kita terhadap pemilu ke depan harus berangkat dari hal-hal seperti itu,” katanya.


Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyoroti sejumlah pekerjaan rumah ke depan, seperti soal netralitas penyelenggara dan potensi intimidasi dari peserta pemilu.


“Kalau semua punya akses yang sama, tentu penyelenggara bisa bersikap independen dan profesional. Kalau ada yang bermasalah, ya berhentikan saja. Selesai,” tegasnya.


Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menilai Indonesia sejatinya telah berhasil menyelenggarakan pemilu yang kompleks. Namun, ia mencatat masih ada catatan penting terkait politik uang, pendanaan, dan tata kelola penyelenggaraan.


“Kita lakukan perbaikan, tapi bukan berarti membongkar semuanya. Kita harus fokus pada isu-isu krusial. Penting juga melibatkan perspektif akademis agar hasil revisi tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Maka, proses ini harus partisipatif,” ujarnya.


Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menambahkan bahwa berbagai masukan yang ada perlu segera dirumuskan agar dapat dibawa ke pembahasan formal di parlemen.


“Sampai sekarang belum jelas apakah revisi akan dibahas di Komisi atau di Baleg, dan apakah tahun ini atau tahun depan. Maka, forum-forum diskusi seperti ini penting untuk terus dilakukan agar ada gambaran yang bisa diperjuangkan di DPR,” pungkasnya.



Share:
Komentar

Berita Terkini